Blogroll

Banner

Banner

Banner

Banner

Translate

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, November 20, 2012

Jawaban atas agresi brutal rezim zionis israel



Brigade Izzuddin Qassam, sayap militer Hamas sebagai jawaban atas agresi brutal rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza selama sepekan lalu sejak dimulainya perang Gaza telah menembakkan lebih dari 1426 roket dan mortir ke posisi-posisi Zionis.

Menurut laporan Qodsna Rabu ini (21/11) mengutip televisi al-Aqsa, Brigade Izzuddin Qassam pada hari Selasa saja telah menembakkan 224 roket dan mortir ke posisi-posisi rezim Zionis Israel.

Berdasarkan laporan ini, jumlah roket yang ditembakkan Izzuddin Qassam sejak Rabu lalu (14/11) ke Palestina pendudukan telah mencapai 1426. Dengan dipublikasikannya berita mengenai sikap Zionis Israel menolak gencatan senjata, Brigade Izzuddin Qassam mengancam bila Israel melakukan serangan darat ke Gaza, maka mereka akan memberikan pelajaran yang tidak akan terlupakan kepada militer Israel dan nasib mengenaskan tengah menanti mereka.

Muhammad ad-Dhaif, Pemimpin Izzuddin Qassam dalam sebuah pidatonya mengatakan, "Serangan darat rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza merupakan awal dari pembebasan seluruh tawanan Palestina dan masalah ini meniupkan harapan dan semangat lebih besar bagi kami untuk membebaskan para tawanan Palestina di penjara-penjara Israel."



Pimpinan Izzuddin Qassam menambahkan, "Bila Israel melakukan serangan darat maka nasib mengenaskan telah menanti mereka dan para penjajah akan sangat terkejut menyaksikan apa yang akan terjadi di Gaza."

"Operasi militer yang telah dilakukan selama lima hari terakhir merupakan hasil dari latihan beberapa tahun brigade muqawama dan menjadi awal bagi pembebasan seluruh Palestina dan pembersihan Masjidul Aqsa dari para penjajah," tegasnya.

Sekaitan dengan hal ini, pada hari ketujuh dari agresi brutal Israel ke Gaza, sekalipun pagi hari Rabu diawali dengan ketenangan relatif, tapi ketika hari semakin terang kembali serangan jet-jet tempur Israel mulai meningkat dan hingga kini telah menggugursyahidkan 6 warga Palestina. (IRIB Indonesia / SL)

Siasat Antara 3 negara



Pertanyaan yang sering muncul di dalam berbagai diskusi di dunia maya, "Kalau Iran betul-betul anti-Israel, mengapa Iran sampai sekarang tidak juga menyerang Israel?" Pertanyaan ini konteksnya adalah menuduh Iran omdo (omong doang), bahkan ada yang lebih parah lagi, menggunakan teori konspirasi, "Ini bukti bahwa ada kerjasama di balik layar antara Iran dan Israel."

Bila memakai kalkulasi hard power, harus diakui bahwa sebenarnya kekuatan Iran masih jauh di bawah AS. Apalagi, doktrin militer Iran adalah defensive (bertahan, tidak bertujuan menginvasi negara lain). Iran hanya menganggarkan 1,8% dari pendapatan kotor nasional (GDP)-nya untuk militer (atau sebesar 7 M dollar). Sebaliknya, AS adalah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia, yaitu 4,7% dari GDP atau sebesar  687 M dollar. Bahkan, AS telah membangun pangkalan-pangkalan militer di berbagai wilayah di sekitar Iran. AS adalah pelindung penuh Israel dan penyuplai utama dana dan senjata untuk militer Israel. Bujet militer Israel sendiri, pertahunnya mencapai 15 M Dollar (dua kali lipat Iran).

Sebelum menjawab ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang Israel'?, mari kita jawab dulu pertanyaan sebaliknya, mengapa AS dan Israel tidak jua menyerang Iran? AS sebenarnya tidak berkepentingan menyerang Iran. Tetapi, Israel berkali-kali meminta AS untuk menyerang Iran dengan alasan "Iran memiliki nuklir yang mengancam keselamatan Israel." Ketika rezim Obama enggan menuruti permintaan Israel, Israel bahkan mengancam akan menyerang Iran sendirian, tanpa bantuan AS. Untuk menelaah prospek perang AS+Israel melawan Iran, Anthony Cordesman dari Center for Strategic and International Studies merilis hasil penelitiannya pada bulan Juni 2012.  CSIS melakukan kalkulasi bila AS dan Israel menyerang Iran, antara lain menghitung berapa banyak pesawat pengebom yang dibutuhkan, berapa banyak bom yang harus dibawa, apa kemungkinan serangan balasan dari Iran, dan bagaimana cara menghadapinya.

Salah satu kesimpulan yang diambil Cordesman adalah, profil militer Israel tidak akan mampu melakukan serangan tersebut. Untuk menyerang Iran, Israel harus mengerahkan seperempat pasukan udaranya dan semua pesawat tempurnya, sehingga tidak ada pesawat cadangan untuk berjaga-jaga. Pesawat-pesawat tempur itu harus melewati perbatasan Syria-Turki sebelum terbang di atas udara Irak and Iran. Dan wilayah-wilayah tersebut, sangat rawan bagi Israel. Menurut Cordesman, "Berdasarkan jumlah pesawat yang diperlukan, proses pengisian bahan bakar yang harus dilakukan sepanjang perjalanan menuju Iran, serta usaha mencapai target gempuran tanpa terdeteksi sangatlah beresiko tinggi dan kecil kemungkinan keseluruhan operasi militer tersebut akan berhasil."

Dan bahkan jika pesawat tempur Israel berhasil mengebom reaktor nuklir Iran, pembalasan yang dilakukan Iran akan membawa dampak yang sangat buruk bagi kawasan Timur Tengah. Cordesman menulis, "Anda tidak akan ingin tahu seperti apa jadinya Timur Tengah sehari setelah Israel berupaya menyerang Iran."

Karena itu, bila Israel berkeras ingin menyerang Iran, Israel harus menggandeng AS. Tapi, bila AS menyetujui permintaan Israel ini, AS harus mengerahkan ratusan pesawat dan kapal tempur. Serangan awal saja sudah membutuhkan alokasi kekuatan yang sangat besar, termasuk pengebom utama, upaya penghancuran sistem pertahanan  udara lawan, pesawat-pesawat pendamping untuk melindungi pesawat pengebom, peralatan perang elektronik, patroli udara untuk menahan serangan balasan dari Iran, dll. Pada saat yang sama, AS harus menghalangi Iran agar tidak melakukan aksi apapun di Selat Hormuz. Bila Iran sampai berhasil memblokir Selat Hormuz, suplai minyak dan gas dunia akan terhambat dan efeknya akan sangat buruk bagi perekonomian dunia. Dan ini bukan pekerjaan mudah. Iran selama ini justru sangat memperkuat kemampuan militernya demi mengontrol Selat Hormuz bila terjadi perang.  Meskipun, AS juga sudah mempersiapkan banyak hal untuk menjaga agar Hormuz tetap terbuka, antara lain dengan menempatkan berbagai perlengkapan militer di Bahrain, Saudi Arabia, Qatar, Kuwait, dan UAE. Namun inipun mengandung ancaman lain. Iran berkali-kali mengancam, bila wilayahnya diserang, Iran akan melakukan serangan balasan ke semua negara Arab yang di dalamnya ada pangkalan militer AS. Belum lagi, Rusia dan China diperkirakan akan ikut campur demi mengamankan kepentingan mereka sendiri di Timteng. Tak heran bila banyak analis mengungkapkan ramalan bahwa Perang Dunia III akan meletus bila AS sampai menyerang Iran.

Lihatlah situasinya: bila Israel dan AS menyerang Iran, artinya mereka keluar dari wilayah mereka sendiri dan harus bersusah-payah mengusung semua perlengkapan militernya. Lalu, urusan tidak selesai hanya dengan menjatuhkan bom ke situs nuklir Iran. Serangan balik dari Iran, dan posisi geostrategis Iran, sangat memberikan potensi kekalahan bagi AS dan Israel. Karena itulah, Menhan Leon Panetta sampai berkata, "Sangat jelas bahwa bila AS melakukan serangan itu, kita akan mendapatkan akibat buruk yang sangat besar."

Sekarang mari kita balik: bagaimana seandainya Iran menyerang Israel? Minimalnya, ada dua versi jawaban yang bisa diberikan sementara ini.



1.      Berdasarkan kalkulasi hard power. Ingat lagi profil militer Iran. Bisa dibayangkan, berapa banyak senjata yang dimiliki Iran dengan dana 7 M Dollar pertahun, dibandingkan dengan banyaknya senjata yang dimiliki AS dengan dana 687 M Dollar pertahun.  Bandingkan lagi dengan kondisi ‘seandainya Israel menyerang Iran' seperti yang sudah dianalisis Cordesman di atas.   Kesimpulan yang bisa diambil adalah saat ini, profil militer Iran memang belum mampu menyerang Israel secara langsung, begitu juga sebaliknya, Israel juga belum mampu menyerang Iran secara langsung. Sementara, AS punya hitung-hitungan lain di luar sekedar menyerang Iran. AS akan menghadapi kehancuran ekonomi yang sangat parah bila sampai mengobarkan perang terhadap Iran.
Artinya, kedua pihak saat ini masih dalam posisi sama-sama bertahan. Itulah sebabnya, retorika Iran selama ini memang selalu defensif: Iran tidak mengancam akan menyerang, melainkan ‘akan membalas bila ada yang berani menyerang'. Seandainya Iran dalam posisi diserang dan membela diri dari dalam negeri (bukan dalam posisi menyerang dan mengirimkan pasukan ke luar wilayahnya) Iran sangat mungkin bertahan dan meraih kemenangan, karena memiliki keunggulan geostrategis. Hanya dengan memblokir Selat Hormuz, seluruh dunia akan merasakan dampak buruk perang dan bahkan AS akan bangkrut sehingga tak akan mampu melanjutkan perang.
Sebaliknya, untuk bisa maju perang (=secara ofensif mengirimkan senjata dan pasukan ke luar wilayahnya), Iran tidak mungkin maju sendirian. Bila negara-negara Arab, terutama yang berbatasan darat dengan Palestina, belum siap berjuang, tentu sangat konyol bila Iran harus mengirim pasukan ke Palestina yang jauhnya 1500 km dari Teheran. Berapa banyak pasukan, pesawat tempur, dan rudal yang mampu dikirim oleh Iran yang hanya punya anggaran 7 M Dollar pertahun?  Bila Mesir saja yang pemerintahannya dikuasai Ikhwanul Muslimin (artinya, seideologi dengan Hamas) masih menutup pintu perbatasannya dengan Gaza; masih menolak untuk terjun langsung ke medan pertempuran membela saudara se-harakah mereka, mengapa Iran yang di-ojok-ojok untuk mengirim pasukan perang? Karena itu, dari sisi ini, hanya satu kata untuk menilai pertanyaan ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang Israel?' : naif.
2.      Berdasarkan kalkulasi soft power. Sangat mungkin, di atas kertas, profil militer Iran memang seperti yang diungkapkan di atas. Tapi, bila diingat lagi percepatan kemajuan teknologi militer yang dicapai Iran dan statemen beberapa petinggi militer Iran yang menyebutkan bahwa kemampuan Iran ‘jauh lebih besar dari apa yang terlihat', ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Iran adalah negara yang berbasis teologi mazhab Syiah dan meyakini adanya aspek transenden dalam setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin spiritual mereka (rahbar). Militer Iran pun berada di bawah wewenang rahbar, yang sekarang dijabat Ayatullah Khamenei. Iran meyakini bahwa Ayatullah Khamanei memiliki kemampuan transenden sehingga mengetahui kapan saat yang tepat untuk maju perang. Orang lain boleh tidak percaya, tetapi ini adalah urusan rakyat Iran sendiri.  
Di sini, pertanyaan mengapa Iran belum juga menyerang Israel secara langsung (seandainya memang kemampuan militernya sebenarnya sudah mencukupi) akan mendapat jawaban sederhana saja: karena belum diizinkan oleh sang Rahbar. Lalu, mengapa Rahbar belum memberi izin? Silahkan dipikirkan sendiri, dengan mengaitkannya pada hal-hal yang bersifat ideologis dan relijius; dan hal ini di luar kapasitas saya untuk menjelaskan.

Intinya, perjuangan melawan Israel bukanlah perjuangan Iran saja. Ini seharusnya menjadi perjuangan bersama semua negara-negara muslim. Dan inilah yang terus diupayakan para pemimpin dan ulama Iran melalui berbagai statemen dan orasinya: membangkitkan kesadaran dan semangat juang kaum muslimin sedunia; sambil terus berupaya memperkuat profil militernya. Ini bukanlah omdo (omong doang), tapi upaya yang memang harus dilakukan sebelum mencapai kemenangan.

Akan tiba suatu masa ketika kaum muslimin sedunia bangkit bersatu dan bersama-sama merebut kembali Al Quds dari tangan para penjajah. Inilah janji Allah dalam QS 17:4-5, "Dan telah kami tetapkan terhadap Bani Israel di dalam Alkitab: sesungguhnya kalian akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kalian akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Dan maka ketika telah tiba apa yang dijanjikan itu, akan kami bangkitkan para hamba yang perkasa dan  memiliki kekuatan besar untuk mengalahkan kalian. Para hamba itu akan mencari kalian sampai ke tempat persembunyian kalian dan janji [Allah] itu pasti terjadi."(IRIB Indonesia)

*Research Associate of Global Future Institute, penulis buku ‘Obama Revealed'. Tulisan ini pernah dimuat di Sindo Weekly Magazine 15 November 2012, dipublish ulang dengan penambahan konten soal Palestina.

Siasat Israel meredam indonesia dengan hal sepele

Indonesia adalah negara mayoritas islam terbesar, maka siapa sangka indonesia akan mendapat sebuah gelar "Knight Grand Cross in the Order of Bath" (Ksatria Palang Pintu Kamar Mandi)" dari ratu elizabeth II pasalnya sebuah gelar yang di berikan kepda SBY dengan alasan yang tidak jelas, dan dalam waktu yang tidak tepat. Ini mungkin karena di saat bersamaan tanah air sedang terjadi konflik horisontal berdarah-darah. Ini yang kemudian membuat masyarakat Indonesia tidak memberikan apresiasi sama sekali.

Pemberian gelar tersebut membuat kecurigaan terhadapa saya pribadi, kecurigaan terhadap israel yang membungkam indonesia sehubungan penyerangan ke jalur gaza dengan bantuan inggris dengan alasan hubungan inggris dengan israel yang begitu erat meskipun London mengetahui kebijakan ekspansionis rezim Zionis bertentangan dengan hukum internasional.


Hubungan perdagangan inggris dan israel diperkirakan, volume Tel Aviv London mencapai £ 3 miliar pada 2012. Sebelumnya, laporan per Mei 2011 menyebutkan bahwa perdagangan bilateral tahunan antara Inggris dan Israel melampaui £ 2 miliar pertahun selama lima tahun terakhir. Inggris menjadi pasar tetap ekspor ketiga terbesar Israel.

Laporan tahunan Investasi Asing Langsung Inggris menunjukkan bahwa Israel  menempati peringkat ke-19 dari jumlah proyek investasi tertinggi di Inggris. Lebih dari 300 perusahaan Israel sudah beroperasi di Inggris, dan negara merasa berkewajiban untuk memberikan jasa keuangan kepada Israel. Saat ini London, dianggap sebagai pusat utama Eropa untuk jasa keuangan yang bertindak sebagai pintu gerbang bagi perusahaan Israel ke Eropa.

The British Israeli Chamber of Commerce (B-ICC) didirikan untuk mendorong perdagangan bilateral antara Inggris dan komunitas Zionis. Lembaga ini memfasilitasi sejumlah delegasi perdagangan ke Israel setiap tahun untuk membantu mendorong perdagangan dan membina hubungan bisnis yang lebih erat antara Inggris dan Israel. Namun, seruan boikot dan divestasi terhadap Israel menyebar secara signifikan di Inggris.

Distrik Zionis di Tepi Barat dan Timur Al-Quds dinyatakan ilegal menurut hukum internasional. Secara signifikan pemukiman Zionis itu telah berkontribusi terhadap ketidakadilan dan kemiskinan bagi rakyat Palestina. Hubungan perdagangan Israel dengan negara-negara Eropa, khususnya Inggris, menyebabkan pemukiman ilegal tersebut dianggap layak di mata publik internasional meski melanggar hukum.

Sebulan lalu, Richard Falk, penyelidik khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk Palestina Pendudukan menyerukan kepada seluruh institusi negara-negara Arab dan Islam supaya memboikot semua perusahaan yang terlibat dalam pembangunan permukiman Zionis di Tepi Barat dan Jerusalem Timur.

Dalam laporan kepada Majelis Umum PBB, Falk mengungkapkan bahwa sejumlah perusahaan Israel yang berkantor pusat di AS, Eropa dan Meksiko melanggar hak asasi manusia internasional dan hukum internasional dengan membantu Israel membangun pemukiman ilegal. Falk mengatakan seruan boikot merupakan upaya untuk mencegah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Menurutnya, Israel telah mengabaikan resolusi PBB yang mengutuk perluasan proyek permukiman Zionis.

Sebelum Israel melancarkan agresi militer ke Jalur Gaza, PBB dan organisasi internasional memandang pembangunan distrik Zionis yang dilakukan Israel ilegal dan harus dihentikan. Namun Tel Aviv tidak pernah mengindahkan seruan itu.

Awal Oktober lalu, Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton serta sejumlah petinggi Rusia secara resmi memprotes tindakan Kementerian Dalam Negeri Israel yang memberikan persetujuan akhir untuk program pembangunan hampir 800 unit rumah baru di pemukiman Gilo, wilayah selatan Yerusalem.Ashton menilai permukiman Zionis ilegal berdasarkan hukum internasional, dan mengancam solusi dua-negara.

Permukiman Zionis dipandang ilegal oleh PBB dan sebagian besar masyarakat internasional.Meski demikian, lebih dari setengah juta warga Israel tinggal di lebih dari 120 pemukiman ilegal yang dibangun sejak pendudukan Israel di tanah Palestina pada tahun 1967.